Minggu, 14 Oktober 2012

KURIKULUM


Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan clan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0150a/U/1981 tentang Peraturan Umum Penyelenggaraan Kursus PLSM clan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda clan Olahraga Nomor KEP-105/E/L/1990 tentang Pola Dasar Pembinaan clan Pengembangan Kursus Diklusemas, dinyatakan bahwa pada dasarnya kurikulum kursus untuk tiap jenis pendidikan bersifat nasional yang disahkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemucla clan Olahraga. Sejauh belum ada kurikulum yang bersifat nasional untuk jenis pendidikan tertentu, dapat dilaksanakan kurikulum kursus yang bersangkutan, sesudah disahkan oleh Kepala Kantor Depdikbud Kabupaten/Kotamadya.


Penyusunan, pembakuan, dan pengembangan kurikulum nasional kursus dilaku-kan oleh Direktorat Pendidikan Masyarakat yang selama ini mempunyai tugas, fungsi, clan wewenang membina clan mengembangkan kursus bersama Subkonsorsium dan organisasi/asosiasi profesi yang terkait. Misalnya. penyusunan kurikulum Tata Rias Pengantin dilakukan bersama Subkonsorsium Tata Rias Pengantin clan Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia "Melati" (HARPI Melati). Setelah rancangan kurikulum selesai disusun, kemudian dilokakaryakan dengan mengundang para nara sumber ahli selain penyusun untuk mendapat masukan clan penyempurnaan. Hasil lokakarya adalah kurikulum yang siap untuk dibakukan atau distandarkan clan disahkan sebagai kurikulum nasional.

Kurikulum yang sudah dibakukan dapat dikembangkan terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, clan budaya serta kebutuhan masyarakat clan pembangunan di bidang pendidikan. Pengembangan kurikulum untuk jenis pendidikan tertentu yang terkait dengan nilai-nilai seni clan budaya daerah dilakukan tanpa mengurangi atau menghilangkan nilai-nilai asli clan ketentuan-ketentuan dari seni dan budaya daerah yang bersangkutan.

Dinyatakan gugur atau tidak berlaku lagi pada saat jenis ujian nasional yang sama disahkan. Artinya, Kepala atau pejabat Dinas Pendidikan tidak sah lag; untuk menandatangani atau melegalisir sertifikat ujian lokal tersebut.Setelah Keputusan Mendikbud Nomor 0150a/U/1981, penyelenggaraan ujian nasional kursus diatur lebih lanjut dengan beberapa kali Keputusan Dirjen Diklusepora pada tahun 1982, 1989, dan terakhir tahun 1990 dengan Nomor KEP-13/E/L/1990 tentang Petunjuk Umum Penyelenggaraan Ujian Nasional Diklusemas.

Berdasarkan Keputusan Dirjen tersebut, dibentuk struktur kepanitiaan ujian nasional dari tingkat pusat sampai kecamatan, yaitu Panitia Penanggung Jawab Pusat (PPJP) pada Direktorat Pendidikan Masyarakat, Panitia Penanggung Jawab Daerah (PPJD) pada Kanwil Depdikbud propinsi, Panitia Koordinasi Ujian Nasional (PKUN) pada Kantor Depdikbud kabupaten kotamadya, dan Panitia Pelaksana Ujian Setempat (PPUS) pada Kantor Depdikbud kecamatan. Kepanitiaan tersebut - kecuali PPUS - dibentuk untuk masa kerja setiap 1 tahun dan sesudahnya dapat diperpanjang. Sedangkan PPUS bertugas dua hari sebelum, selama pelaksanaan ujian, dan dua had sesudahnya.

Sejak otonomi daerah dilaksanakan tahun 2001, struktur kepanitiaan tersebut disesuaikan dengan tugas, fungsi dan kewenangan daerah. Propinsi lebih diposisikan untuk melaksanakan fungsi koordinasi dengan kabupaten kota di wilayahnya, sehingga PPJD di propinsi diganti namanya menjadi PKUti Sedangkan PKUN di kabupaten/kota diganti namanya menjadi Pani;ia Pelaksana Ujian Nasional (PPUN).

Dalam perkembangan selanjutnya, sebagai pengganti Keputusan Mendikbud Nomor 0151/U/1977, Keputusan Mendikbud Nomor 261/U/1999 menegaskan kembali tentang ujian pada pasal 13 ayat (1) sampai (5) bahwa: (1) Pengujian bertujuan untuk mengukur hasil kegiatan belajar mengajar pada kursus; (2) Jenis-jenis ujian yang berstandard nasional meliputi ujian nasional dan ujian kompetensi; (3) Ujian nasional dilakukan oleh Direktorat (Direktorat Pendidikan Masyarakat) berdasarkan kurikulum nasional; (4) Ujian nasional dilaksanakan bagi lembaga kursus yang belum diakreditasi; (5) Ujian kompetensi dilaksanakan oleh asosiasi profesi. Selanjutnya, pasal 14 ayat 11) dan (2) menyatakan bahwa: (1) Warga belajar yang telah berhasil menempuh ujian nasional diberikan ijazah; (2) Warga belajar yang telah mengikuti ujian kompetensi diberikan sertifikat oleh asosiasi profesi.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, PPJP menyusun standar operasional prosedur penyelenggaraan ujian nasional dan menyesuaikanr,:a dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Wan nasional kursus diselenggarakan dengan kalender ujian yang dibiat PPJP setiap tahun dan menjadi acuan penyelenggaraan ujian nasional kursus pada tahun yang bersangkutan. Pada tahun 2005 diselenggarakan ujian nasional kursus untuk 28 jenis ujian ketrampilan terdiri dari 25 jenis ujian brtingkat atau berjenjang mulai dari tingkat dasar sampai dengan tingkat mahir, 1 jenis (Tata Rias Pengantin) terdiri dari 30 gaya, dan 2 jenis (Komputer dan Elektronika) terdiri dari 14 paket bagi peserta didik dan 6 jenis ujian keahlian.

Tidak semua jenis kursus dapat dengan mudah dibakukan kurikulumnya secara nasional, misalnya kursus komputer. Penyusunan kurikulum nasional kursus komputer tidak dapat mengimbangi cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang komputer. Selain itu, penyelenggara kursus komputer dapat menawarkan paket-paket program kursus komputer sesuai kebutuhan masyarakat dan pengguna (user) lulusan hasil kursus tanpa harus menunggu adanya kurikulum nasional. Namun demikian, sudah pernah dibuat kurikulum kursus komputer program Word Perfect pada tahun 1997 dan kurikulum standarisasi kursus komputer akuntansi program 1 tahun pada tahun 1999.

Sejak tahun 1980 sampai dengan tahun 2004 telah dibakukan kurikulum nasional dan diujikan secara nasional sebanyak 62 jenis kursus, meskipun ada beberapa jenis kursus yang tidak diujikan lagi secara nasional karena peminatnya sudah berkurang. Seperti bahasa Jepang dan bahasa Belanda. Pengembangan kurikulum kursus dilakukan secara dinamis dengan tetap mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keputusan Mendikbud Nomor 261/U/1999 pasal 8 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa: (1) Kurikulum pada kursus terdiri atas kurikulum nasional dan kurikulum kursus; (2) Kurikulum berisikan bahan kajian dan pelajaran umum, pokok, dan penunjang yang mengacu pada standard kompetensi tertentu.

Selanjutnya ditegaskan lagi dalam PP Nomor 19 tahun 2005 pasal 6 ayat (3) yang menyatakan bahwa: Satuan pendidikan nonformal dalam bentuk kursus dan lembaga pelatihan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi yang memuat pendidikan kecakapan hidup dan keterampilan. Sehubungan dengan hal-hal di atas, pengembangan kurikulum kursus akan terus dilakukan berdasarkan standar kompetensi nasional dan/atau internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar